Wahyu Memandu Ilmu dalam IPTEK DIMENSI ISLAM
Ilmu Islami secara aksiologi banyak dilaksanakan oleh orang, bahkan kita melihat orang non-muslim pelaksanaan kehidupannya banyak yang baik menurut Islam.
Akan tetapi, dalam praktek lainnya dirasakan adanya perbedaan antara pendekatan Ilmu Islami/Ilmu Islam dengan ilmu dari orang sekuler.
Kajian Islamisasi ilmu di dunia sudah berlangsung beberapa decade terakhir, tokoh muslim diantaranya Al-faruqi dan Al-Attas menjadi rujukan dalam hal ini. Kajian wahyu memandu Ilmu di UIN Bandung sudah menghasilkan beberapa tulisan yang dibukukan dan lebih banyak lagi tulisan lainnya.
Cara pragmatis dalam memadukan wahyu dengan ilmu mudah dilakukan oleh ilmuwan muslim yang sedikit mengerti Islam sekalipun, tetapi cara ideal masih jarang ditemukan dalam upaya islamisasi ilmu ini. Padahal cara ideal ini akan menghasilkan Ilmu Islam yang original.
Sering terdengar non-muslim (Barat) mencemooh bahwa ilmu yang Islami (hasil secara pragmatis sebagai pseudosains dan tidak akurat). Iluwan Muslim harus menggali dan mengungkap Islam secara ideal tetapi secara pragmatispun banyak manfaatnya bagi penguatan tauhid.
Key words : ideal, ilmu Islami, pragmatis, tauhid.
Foto di atas memberikan contoh bagaimana aksiologi Islam dalam kehidupan dan gaya hidup. "Ikuti sunnah Rasul bukan mengikuti trendy masyarakat "
Pemikiran Adanya Konsep Islamisasi
Terkesan ada perbedaan antara ilmu dan agama (Islam). Salah satu alasan adanya gagasan tentang Islamisasi
ilmu pengetahuan adalah karena tidak adanya pengetahuan yang bersifat netral, ilmu tidak berdiri/berkembang atas dasar bebas nilai. Ilmu Sosial sudah tidak lagi bebas nilai akan tetapi sarat/penuh nilai.
Pengetahuan dan ilmu yang ada didunia ini, termasuk dalam dunia Islam, telah diwarnai corak budaya dan peradaban Barat. Ilmu pengetahuan bersumber dan telah sarat dengan filsafat/pemikiran dari otak-otak orang Barat.
Mahmud Soliman (1985) memaparkan:”We have heard of traditional enmity between religion and science. In my opinion this enmity is baseless as the two do not contradict each other. They are one unit and are like a two branched river.they have the same source and flow into the same sea. Their functions and aims are the same.”
Fungsi dan tujuan yang telah diselewengkan itulah yang menjadi landasan adanya pemikiran dan upaya islamisasi Ilmu pengetahuan yang telah digagas oleh cedikiawan muslim dalam beberapa decade terakhir.
Lukman (2011) menyebutkan, membahas tentang Islamisasi ilmu pengetahuan, maka tidak bisa dilepaskan dengan keberadaan dua tokoh intelektual muslim dunia, yaitu Syed Naquib Al-Attas dan Ismail Raji Al-Faruqi.
Keduanya disebut-sebut sebagai penggagas konsepsi ini. Al-Attas mendirikan International Institute of Islamic Thought and Civilization (ISTAC) di Malaysia dan Al-Faruqi mendirikan International Institute of Islamic Thought (IIIT) di Amerika Serikat.
Di UIN Bandung Islamisasi ilmu digagas oleh pimpinan UIN terdahulu maupun pimpinan sekarang dengan paradigma
Wahyu Memandu Ilmu. Paradigma wahyu memandu ilmu ini dibahas dalam Konsorsium keilmuan UIN Bandung yang dipimpin oleh Ketua dan Sekretaris Konsorsium {(Alm. Dr. Darun Setiadi (Allahummaghfirlahu warhamhu)}.
Konsorsium keilmuan UIN Bandung ini telah menghasilkan cukup banyak tulisan dan gagasan . Dari sekian tahun diskusi dan pembahasan paradigm wahyu memandu ilmu di UIN Bandung dipahami oleh penulis (Subjektif ?) bahwa pelaksanaan Islamisasi ilmu adalah sebagai berikut :
A. Dilakukan Secara Pragmatis. Dalam memandu atau memadukan “ilmu umum” dengan wahyu dilakukan secara pragmatis norma/teori atau dalil sains diverifikasi oleh wahyu (ayat). Dengan cara ini terasa adanya “Ilmu Islami” dengan berbagai tingkat keterkaitan seperti :
1. Ada keterkaitan atau relevan ilmu diverifikasi dengan ayat tertentu yang pas dilihat dari tafsir mufassirin maupun tarjamah kalimat. Missal:
a. teori keberadaan alam dan mahluk hidup.
Pembaca yang budiman sekian dulu seri
wahyu memandu ilmu. Insya Allah disambung lagi...
===============------================