Beda Muslim Dengan Non-Muslim
Rekan guru mohon maaf,...sebelumnya ini link Ptc untuk mengisi waktu luang teman teman, registrasi dan log in
Clixsenese.
Muslim adalah orang taat pada perintah Tuhan (Allah). Tuhannya adalah dzat yang memiliki kekuatan membuat=menciptakan,mengatur, mengurus, memelihara...segala urusan sesuai dengan kehendak. Tuhan yang memiliki sifat tunggal (Ahad), tidak memerlukan bantuan siapapun, bersifat kasih-sayang, pengampun,tetapi juga pemberi hukuman. sifatnya ghaib.
Orang tidak dapat mencapainya, kecuali yang mendapat kepercayaan dan dikehendakiNya untuk menjadi nabi atau rasul.
Tuhan menghedaki orang melakukan kebaikan di dunia, dan imbalannya akan mendapat kebaikan di akherat (fase setelah mati). Untuk melakukan kebaikan Tuhan menentukan semua aturan kehidupan. Berita -informasi bagaimana berlaku baik disampaikan melalui orang pilihan yaitu Nabi. Nabi mendapat berita berupa wahyu.
Nabi tidak mendapat mandat untuk menyebarkan berita tersebut. Apabila Nabi itu ditugaskan untuk menyebarkan berita tersebut namanya Rasul (utusan).
Rasul menyampaikan berita dari Tuhan kepada orang-orang/ ummat. Rasul bersifat sebagai orang pilihan, dan dipersiapkan oleh Tuhan untuk menjadi seorang Rasul : rasul bersifat : Amanah (dapat dipercaya) , Fathomah (cerdas), Shiddiq (benar) dan Tabligh (menyampaikan).
Orang yang menuruti berita dari Rasul (kehendak Tuhan) disebut
Muslim. Dan orang yang tidak menuruti -tidak taat pada berita dari Rasul disebut
Non-Muslim.
Muslim adalah orang yang taat kepada Tuhan dan pengetahuan tentang Tuhan diperoleh dari Rasul. Muslim adalah orang yang menuruti jalan lurus (shirath mustaqim) yang diajarkan oleh Rasul :
Sebagai pendahuluan harus dikatakan bahwa shirâth adalah jalan dan kemudian dideskripsikan dengan redaksi kata "mustaqim," yang bermakna jalan lurus. Pada sebagian dari ayat-ayat dari al-Qur'an redaksi ayat shirâth mustaqim dapat juga disinggung seperti pada ayat-ayat:
1. "Tuhanku tunjukkanlah kami jalan yang lurus." (Qs. Al-Fatiha [1]:5)
2. "Sesungguhnya Allah adalah Tuhan-ku dan Tuhan-mu, karena itu sembahlah Dia. Inilah jalan yang lurus." (Qs. Ali Imran [3]:51)
3. Barang siapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah, maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus." (Qs. Ali Imran [3]:101)
4. "Dan inilah jalan Tuhanmu; (jalan) yang lurus. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan ayat-ayat (Kami) kepada orang-orang yang mengambil pelajaran." (Qs. Al-An'am [6]:126)
Pada kesemua ayat di atas menandaskan bahwa yang di maksud dengan shirâth mustakim adalah jalan lurus dan jalan hidayah di dunia ini, kalau seseorang di dunia ini dimana apabila seseorang mengayungkan langkahnya di jalan ini maka di akhirat juga ia akan berjalan di atas jalan yang sama.
Artinya hasil dari segala amal kebaikannya di dunia akan ia dapatkan.
Satu hal yang jelas adalah bahwa apa yang dimaksudkan al-Qur'an terkait shirâth mustaqim pada ayat-ayat ini adalah mengamalkan seluruh perintah dan hukum Ilahi yang merupakan sebaik-baik jalan dan model kehidupan bagi manusia di dunia ini. Dan mengamalkan perintah-perintah ini, laksana bergerak dan berjalan di jalan lurus yang menuntun manusia kepada petunjuk.
Atas dasar ini, pada sebagian riwayat para Imam Maksum disebut sebagai shirât mustaqim (jalan lurus) yang dituruti oleh orang
Muslim.
Non Muslim adalah orang yang dimurkai dan orang yang sesat :
Penggalan ayat berikutnya yaitu “ghoir al-maghdhubi ‘alaihim wala al-dhaalliin”. Artinya, “bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) orang-orang yang sesat.”
Penggalan ayat ini merupakan sambungan dari penggalan ayat sebelumnya. Jika pada penggalan pertama kita disuruh untuk meneladani empat kelompok orang yang telah diberi kenikmatan oleh Allah, maka pada penggalan ayat ini justru kebalikannya, yaitu agar kita jangan sampai meniru dua golongan orang ini, yaitu orang yang Allah benci (al-maghdhub) dan orang yang sesat (al-dhaalliin).
Siapakah mereka itu? Kata “maghdhub” diambil dari kata “ghadhab”, yang memiliki keragaman makna dan arti. Namun, dari semua arti itu menunjukan pada sesuatu yang keras, kokoh, dan tegas. Karena itu, kata tersebut bisa diartikan sebagai sikap keras, tegas, kokoh dan sukar digoyahkan.
Kata “maghdhub” adalah orang yang ditimpakan perbuatan “ghadhab”, yaitu orang yang ditimpakan emosi atau kemurkaan. Dalam konteks ayat ini, “al-maghdhub” adalah orang yang dimurkai Allah swt. Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya secara jelas menafsirkan bahwa orang yang dibenci Allah adalah golongan Yahudi. (yahudi dibenci Allah karena mereka telah merubah isi kitab Taurat, ayat-ayatnya diganti atau dirubah oleh para pendeta dan ulama Yahudi sekehendak mereka, lalu mereka mengatakan inilah ayat yang diturunkan dari/dikatakan oleh Allah.
Jaman sekarang dikenal "Plagiator". Tulisan seorang ilmuwan tidak boleh dikutif tanpa menyebutkan siapa penulisnya. Plagiator mendapat sanksi berat di dunia akademik. Allah membenci Yahudi karena ulama Yahudi memalsukan Tauret. Yahudi adalah Plagiator besar, dan kaum Yahudi mempercayainya. Hal ini sesuai dengan berita dari Allah :
"
Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis Al Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya; "Ini dari Allah", (dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang mereka kerjakan. (QS. 2:79) "
Penafisran ini ia korelasikan dengan hadist yang diriwayatkan oleh Hamad bin Salamah dari Adi bin Hatim, bahwa suatu hari Nabi menerima sebuah pertanyaan, “Siapakah orang yang dimurkai itu?”. Nabi menjawab, “ Yaitu Kaum Yahudi.” Hadits yang diriwayatkan oleh Sufyan bin Uyainah juga menyebutkan hal yang sama, namun dengan redaksi kalimat yang berbeda.
Kata “al-dhaalliin” yang termaktub dalam penggalan ayat ke-7 Surat al-Fatihah ini, masih menurut Ibnu Katsir, adalah kalangan umat Nasrani.
Umat Nasrani adalah orang yang sesat di muka bumi ini. Sebab, mereka menyimpangkan ajaran Nabi Isa sesuai dengan kemauan mereka.
Allah berfirman, “Orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad saw) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan manusia, dan mereka tersesat dari jalan lurus.” (QS. al-Maidah: 77)
Orang yang mempercayai Kitab yang dipalsukan berarti tidak taat kepada Tuhannya, itulah yang disebut "tidak taat=Non-Muslim."
Islam datang dengan Al-Qur'an untuk meluruskan kembali "ketaatan" manusia kepada Tuhan.
Demikian uraian sementara.
Baca uraian terkait.
Islamisasi Ilmu
Click di sini:
Sunnatullah
....
......
---