Jaboticaba. Menanam Anggur Brazil
Maaf sebelumnya bagi yang berminat mendapat uang dolar recehan silahkan registrasi (gratis!!!) di
Ptc Clixsense.
Iklim tropis Indonesia sangat mendukung suburnya buah-buahan yang tumbuh, baik itu yang berasal dari dalam negeri sendiri, maupun buah yang didatangkan dari luar negeri yang beriklim serupa dengan Indonesia.
Dari berbagai jenis buah-buahan yang ada di Indonesia, terdapat salah satu komoditi buah yang berpeluang besar untuk dikembangkan adalah buah jaboticaba. Hal tersebut ditunjukkan dengan harga jual buah
jaboticaba yang tinggi di pasaran yaitu sebesar Rp 100.000 per kilogramnya . Buah ini terkenal disebut
anggur brazil.
Jaboticaba atau dalam bahasa latinnya disebut Myrciaria cauliflora, merupakan buah tanaman tropis yang berasal dari negara Brazil.
Tanaman jaboticaba memiliki waktu yang lama untuk berbuah sehingga sering dimanfaatkan pecinta tanaman hias dengan memodifikasinya menjadi tanaman bonsai. Selain dari segi rasa dan macam produk olahan makan yang dapat dihasilkan, buah jaboticaba ini dapat dimanfaatkan sebagai obat untuk diabetes, kanker, stroke, dan penyakit paru obstruktif kronik (Wu, et al., 2013).
Dengan banyaknya manfaat yang dapat diperoleh dari tanaman dan buah jaboticaba, membuat tanaman ini memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan.
Akan tetapi peluang besar ini memiliki kendala dalam tehnik pembudidayaannya, karena hingga saat ini perbanyakan tanaman jaboticaba baru dilakukan melalui sistem budidaya konvensional yaitu (stek akar, layering dan cangkok) maupun melalui benih biji. Selain itu, tanaman jaboticaba merupakan tanaman yang pertumbuhannya lambat dan baru akan berbuah setelah usia 8 – 18 tahun.
Dengan jumlah tanaman dewasa yang terbatas perbanyakan melalui tehnik ini hanya mampu menghasilkan bibit dengan jumlah sedikit. Maka perbanyakan tanaman melalui tehnik kultur jaringan (In Vitro) dapat dijadikan solusi untuk mendapatkan jumlah bibit yang banyak dan dalam kurun waktu yang relatif cepat.
eknik kultur jaringan akan dapat berhasil dengan baik apabila syarat - syarat yang diperlukan terpenuhi. Syarat-syarat tersebut meliputi eksplan, medium tumbuh, zat pengatur tumbuh dan lingkungan fisik. Banyak jenis media yang digunakan untuk kultur jaringan tanaman, diantaranya yaitu Murashige Skoog (MS), namun yang paling banyak digunakan untuk kultur jaringan tanaman berkayu adalah media Woody Plant Medium (WPM).
Menurut para ahli media kultur in vitro yang dirancang untuk tanaman berkayu adalah Woody Plant Medium (WPM) hasil komposisi dari Lloyd dan McCown, 1981. Selain itu media WPM merupakan media dengan konsentrasi ion yang rendah dibandingkan dengan media MS sehingga media ini konsisten dengan media untuk tanaman berkayu.
Kombinasi zat pengatur tumbuh (ZPT) yang ditambahkan ke dalam medium merupakan faktor utama penentu keberhasilan kultur in vitro. Dua golongan zat pengatur tumbuh yang sangat penting adalah sitokinin dan auksin. Zat pengatur tumbuh ini mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis dalam kultur. Menurut Arimarsetiowati, et al., (2012), menyatakan bahwa auksin dan sitokinin merupakan zat pengatur tumbuh yang dibutuhkan dalam media kultur jaringan dan diberikan dalam konsentrasi yang sesuai dengan pertumbuhan yang diinginkan.
Auksin dapat mempengaruhi pertambahan panjang batang, pertumbuhan, diferensiasi dan percabangan akar, perkembangan buah, dominansi apikal, fototropisme dan geotropisme, beberapa jenis auksin antara lain : Indole Acetic Acid (IAA), Indole Butyric Acid (IBA), Naphthalene Acetic Acid (NAA), dan 2,4-Dichlorophenoxy Acetic Acid (2,4-D). Salah satu jenis auksin yang sering digunakan adalah Indole Butyric Acid (IBA). Peran IBA dalam teknik kultur jaringan adalah mampu meng-induksi dan meningkatkan pertumbuhan akar pada berbagai tanaman. Zat pengatur tumbuh lain yang digunakan adalah sitokinin.
Sitokinin berfungsi untuk meregulasi pembelahan sel, memacu morfogenesis, perkembangan kloroplas, menginduksi embriogenesis, dan organogenesis, golongan sitokinin yang biasa digunakan dalam kultur in vitro adalah kinetin, BA, zeatin dan BAP.
Penggunaan BAP sering digunakan karena bersifat tahan terhadap degradasi dan harganya relatif terjangkau (Paramartha, 2012).
Berdasarkan permasalahan tersebut maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kombinasi zat pengatur tumbuh Indole Butyric Acid (IBA) dan Benzyl Amino Purine (BAP) terhadap pertumbuhan planlet tanaman
Jaboticaba (Myrciaria cauliflora Berg.) secara in vitro.
Baca artikel terkait :
.Pohon Buah Anggur Brazil
.....