Kultur Jaringan : Teori, Cara dan Teknis
Kultur jaringan adalah suatu metode perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian tanaman seperti protoplasma, sel, sekelompok sel, jaringan dan organ, yang ditumbuhkan dalam kondisi aseptik, sehingga bagian – bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman lengkap kembali .
Teknik kultur jaringan ini berkembang dengan landasan teori totipotensi sel (total genetic potensial) yang menerangkan bahwa setiap sel tanaman merupakan unit bebas yang di dalamnya mengandung material genetik lengkap, sehingga mampu membentuk organisme baru yang sempurna apabila ditumbuhkan di dalam lingkungan yang sesuai.
Kelebihan perbanyakan secara in vitro adalah kemampuan memperoleh eksplan yang tepat sesuai keinginan. Selain itu akan diperoleh jumlah bibit tanaman yang banyak dalam waktu yang relatif singkat. Teknik kultur in vitro mampu menghasilkan bibit yang bermutu dengan, seragam, bebas patogen dan memiliki sifat yang sama seperti induknya, masa non produktif lebih singkat dan produktifitasnya leih tinggi.
Selain itu, kultur jaringan juga dapat mempertahankan sifat induk yang unggul dan dapat menghasilkan bibit yang bebas cendawan, bakteri, virus, dan hama penyakit (Rasullah et al., 2013).
Perbanyakan dengan kultur jaringan tidak terlepas dari peran zat pengatur tumbuh yang dapat mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan, dan morfologi tanaman. Zat pengatur tumbuh adalah senyawa organik yang bukan nutrisi yang dalam jumlah kecil dapat mendorong, menghambat atau dapat mengubah proses fisiologi suatu tanaman. Zat pengatur tumbuh merupakan senyawa sintetik yang mempunyai pengaruh fisiologi yang serupa dengan fitohormon .
Pada umumnya ZPT yang digunakan adalah campuran antara sitokinin dan auksin.
Zat pengatur tumbuh ini memperngaruhi pertumbuhan dan morfogensis dalam kultur sel, jaringan dan organ. Sitokinin dalam hal ini berfungsi untuk merangsang tumbuhnya tunas – tunas aksilar, sedangkan auksin berfungsi untuk merangsang pembentukan akar pada tunas (Mulyono, 2010).
Interaksi dan pertimbangan antara zat pengatur yang diberikan dalam media yang diproduksi oleh sel secara endogen, menentukan arah perkembangan suatu kultur. Keseimbangan auksin dan sitokinin dalam proliferasi tunas aksilar perbandingan antara auksin dan sitokinin, sitokinin lebih tinggi dibandingkan dengan auksin (Rachmawati, 2012).
Penggunaan hormon tersebut harus tepat dalam perhitungan dosis pemakaian, karena jika terlalu banyak maupun terlalu sedikit dari dosis yang diperlukan justru akan menghambat bahkan mematikan tanaman kultur. Karena interaksi antar hormon dalam suatu media sangat berpengaruh dalam diferensiasi sel.
Perbanyakan melalui
kultur in vitro dapat dilakukan melalui 3 cara yaitu;
Pembentukan tunas adventif, proliferasi tunas lateral, dan embriogenesis somatik.
Proliferasi tunas lateral dapat dilakukan dengan cara mengkulturkan tunas aksilar atau tunas terminal ke dalam media yang mempunyai komposisi yang sesuai untuk proliferasi tunas sehingga diperoleh penggandaan tunas dengan cepat. Setiap tunas yang dihasilkan dapat dijadikan sebagai sumber untuk penggandaan tunas selanjutnya sehingga diperoleh tunas yang banyak dalam waktu yang relatif lebih singkat.
Keberhasilan perbanyakan secara in vitro dipengaruhi pula oleh teknik kultur jaringan yang dilakukan.
Hal ini ditentukan berdasarkan jenis eksplan yang akan dikulturkan.
Jaboticaba merupakan jenis tanaman berkayu, dan terdapat beberapa kesulitan dalam mengkulturkan jenis tanaman berkayu ini. Berikut beberapa kesulitan yang biasa ditemukan::
1) Eksplan yang diambil dari tanaman jaboticabadewasa (tanaman berkayu) biasanya mempunyai kemampuan mengadakan regenerasi yang sangat lemah.
2) Tanaman berkayu sering mengeluarkan ekskresi yang mungkin menyebabkan racun terhadap medium tanam, sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangan kultur.
3) Kecepatan untuk replikasi atau multiplikasi sangat rendah.
4) Sterilisasi eksplan mengalami kesulitan, karena tanaman induk hidup di lapangan (luar).
Untuk