Karantina Dan Kultur Jaringan
Dalam pelatihan nasional yang dilakukan oleh Sandra Edhi dan Hapsiati. (2014), pengkarantinaan tanaman dilakukan untuk mengurangi kemungkinan adanya kontaminasi sistemik dalam tanaman pada saat penanaman atau inisiasi.
Karantina dilakukan satu hingga tiga bulan sebelum pengambilan eksplan. Selama pengkarantinaan tunas lama di pangkas, kemudian tanaman diberikan perlakuan penyemprotan hormon tunas dan bakterisida serta fungisida. Tunas yang tumbuh dapat dipotong secara aseptik dan dikulturkan.
Langkah selanjutnya adalah pemilihan media dasar yang digunakan, harus sesuai dan memenuhi kebutuhan hara untuk pertumbuhan tanaman.
Media merupakan salah satu faktor yang penting dalam
kultur jaringan (Reynold, 2010). Selain itu, penambahan zat pengatur tumbuh, vitamin, asam amino, dan bahan-bahan lainnya perlu diperhatikan dengan mempertimbangkan komposisi yang sesuai.
Setiap tanaman memiliki karakteristik tersendiri dan memberikan respon yang variatif terhadap metode perbanyakan yang dilakukan dan kombinasi media yang digunakan.
Umumnya, media dalam kultur jaringan harus memiliki unsur hara mikro (Fe, Mn, Zn, B, Cu, dan Mo) dan makro (N, P, K, Ca, Mg, dan S) yang diberikan dalam bentuk garam organik, vitamin, asam amino, suplemen nitrogen, karbon, dan zat pengatur tumbuh (Saad et al., 2012).
Beberpa media kultur jaringan yang memiliki hara makro dan mikro yang cukup adalah Murashige and Skooge (MS) dan Woody Plant Medium (WPM).
Bila dilihat dari rata-rata ulangan tiap perlakuan, dari ketiga macam media yang dipergunakan ternyata kecenderungan panjang tunas tertinggi yaitu pada media WPM tanpa pemberian BAP (0 ppm) meskipun pada media MS dengan pemberian BAP 2 ppm memberikan hasil yang sama, namun pada media WPM tanpa pemberian BAP rata-rata ulangan tiap perlakuannya memberikan hasil yang lebih tinggi dibandingkan media MS. Berdasarkan pendapat Nursetiadi (2008), diduga unsur Ca yang terkandung dalam media WPM cukup tinggi dibandingkan dengan media MS dan B5, dimana unsur Ca berperan dalam pertumbuhan sel tanaman.
Meskipun tanpa pemberian BAP namun diduga selain kandungan Ca yang terkandung dalam media WPM, sitokinin endogen yang berada dalam eksplan pun telah mampu mendorong pertumbuhan tunas. Disamping itu, media WPM merupakan media yang biasa digunakan dalam kultur jaringan pada berbagai jenis tanaman berkayu.
Berdasarkan tabel 3, dari ketiga macam media yang dipergunakan ternyata kecenderungan jumlah daun terbanyak yaitu pada media WPM (Woody Plant Medium) tanpa pemberian BAP (0 ppm).
Hal ini diduga kandungan nutrisi yang terdapat pada media WPM mampu dioptimalkan oleh eksplan untuk pembentukan daun. Unsur magnesium yang terkandung dalam media WPM diduga jumlahnya cukup untuk pembentukan daun. Peran magnesium sendiri dalam tanaman cukup penting karena berkaitan dengan proses fotosintesis. Meskipun tanpa pemberian BAP kemungkinan kandungan hara yang terdapat pada media WPM sudah cukup dalam pembentukan daun (Nursetiadi, 2008). Dari data tersebut dapat dilihat media WPM dengan konsentrasi BAP rendah yang memberikan hasil lebih baik dibandingkan dengan perlakuan media MS dengan konsentrasi BAP dengan konsentrasi sama atau lebih tinggi.
Peningkatan konsentrasi BAP dari 5 ppm hingga 6 ppm menyebabkan perbedaan dalam kecepatan pembentukan tunas. Pembentukan tunas cengkeh menjadi lebih cepat, dari 12,67 hari menjadi 12,00 hari, bila konsentrasi BAP dinaikkan dari 5 ppm hingga 6 ppm. Selanjutnya, terjadi perlambatan pembentukan tunas (menjadi 12,67 hari) bila konsentrasi BAP terus dinaikkan menjadi 7 ppm.
Dalam penelitan yang dilakukan oleh Mulyono (2010) mengenai Elongasi Pertunasan Gaharu secara in vitro, dan penelitian Fitri (2012) mengenai
Pertumbuhan Plantlet Jatropa curcas L pada
kultur jaringan., menggunakan IBA dengan konsentrasi terbesar yaitu 0,5 ppm dan hasil pertumbuhan terbaik berada pada konsentrasi dibawah 0,5 ppm. Hal ini menjelaskan, meskipun unsur hara makro berisi hara yang diperlukan tanaman dalam jumlah banyak namun tidak berarti jumlah yang diberikan tidak terbatas, ada ambang tertentu yang dapat ditoleransi oleh tanaman. Setiap jenis tanaman memerlukan jumlah unsur yang berbeda satu sama lain.